Sabtu, 05 Februari 2011

KLASIFIKASI SEMANTIK KATA DAN PEMBENTUKAN KATA


KLASIFIKASI SEMANTIK KATA
DAN PEMBENTUKAN KATA

                                                                        Oleh 
                                                               Choirul Asyhar 
                                                                   (10745057)


A.      Pendahuluan
Klasifikasi semantik kata merupakan kajian analisis makna yang terdapat pada kata. Setiap kata selalu mengandung makna. Masalah yang muncul sekarang adalah adakah korelasi antara komponen semantik kata dan proses pembentukan kata secara morfologis. Dengan kata lain, apakah ada korelasi antara variabel makna di satu pihak dan variabel pembentukan kata di pihak lain. Dan yang terlingkup dengan variabel makna di sini ialah makna leksikal atau makna lugas suatu kata, misalnya kata “beri”, “memberi”, “berikan”, “memberikan”, memunyai makna yang konstan dengan “beri”. Kata “masuk” adalah makna leksikal dalam paradigma itu atau bisa disebut sebagai makna yang ada dalam kamus. Sedangkan makna morfem terikat “me-i”, “-kan”, “me-kan” adalah disebut makna gramatikal karena kata tersebut terjadi pada proses gramatikal atau pengimbuhan. Jika kata beri dapat mengalami proses pembentukan seperti di atas, maka kata “makan” tidak sepenuhnya dapat mengalami proses pembentukan seperti “makankan”, “memakankan”, “dimakankan”,  dan “kemakanan”. Dari perbedaan tersebut apa yang membedakan adanya perbedaan tersebut. apakah ada kemungkinan hubungan antara makna leksikal yang dikandung oleh masing-masing kata?
Saya berasumsi bawa proses pembentukan kata sebagian besar berhubungan dengan komponen makna leksikal. Dengan asumsi di atas saya memunyai dugaan awal bahwa ada hubungan antara komponen makna dan proses pembentukan kata.







B.      Kajian Pustaka
1.       Komponen Semantik
Pemaduan dan keterpaduan semantik dalam analisis bahasa telah dipelopori oleh Chomsky. Buah pikir Chomsky telah merangsang untuk mengetahui korelasi antara komponen semantik dan komponen morfologi serta sintaksis. Charles Fillmore dengan tata bahasa kasus juga merintis satu pengujian hipotesis tentang korelasi antara makna verbum predikat dalam kalimat dan nomen sebagai argumen yang berhubungan dengan verbum. Hubungan antara nomen dan verbum secara semantis itu disebut kasus. Ini berarti kasus itu ditentukan secara semantis berdasarkan semantik leksikal verbum, misalnya, kasus agentif, instrumentalis, faktitif, dan sebagainya. Fillmore sendiri tidak membicarakan dan menganalisis semantik leksikal kata karena Fillmore lebih memperhatikan hubungan semantis kasus pada tataran sintaksis. 
Analisis tata bahasa kasus memunyai beberapa postulat dalam analsisis bahasa seperti di bawah ini:
1.       Dalam analisis bahasa semantik adalah sentral.
2.       Semantik memunyai struktur.
3.       Struktur semantik adlah struktur dalam.
4.       Dlam struktur dalam semantik verbum adalah sentral.
Karena pembicaraan ini berhubungan dengan semantik kata, maka kami hanya memetik analisis semantik kata dari tata bahasa kasus yang relevan. Untuk itulah disebutkan nama dan hasil karya Wallace L. Chafe.

2.       Klasifikasi Semantik
Dalam analisis semantik, Wallace L. Chafe mengelompokkan verbum secara semantis dalam empat kelompok, yakni : verbum keadaan, verbum proses, verbum aksi, dan verbum aksi-proses. Kelompok verbum dapat disubklasifikasikan lagi berhubungan dengan argumen. Tentu saja data yang dipergunakan Chafe adalah bahasa Inggris. Contoh-contoh umum dapat diberikan seperti berikut:
Verbum keadaan : dead, tight, know, have, own.
Verbum proses : break, die, hear, see, find.
Verbum aksi : run, sing.
Verbum aksi-proses : kill, show, teach, give, buy, send.
Dengan latar belakang teori klasifikasi semantik verbum Chafe, oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K telah dilaksanakan satu penelitian dan telah diterbitkan dengan judul Tipe-Tipe Semantik Kata Kerja Bahasa Indonesia Kontemporer. Para peneliti membedakan tiga kelompok semantik kata kerja bahasa Indonesia, yakni kata kerja keadaan, kata kerja proses, dan kata kerja aksi.
Yang tampak dalam klasifikasi verbum Chafe ialah ikhtiar penentuan ciri-ciri semesta pengelompokan kata secara semantik. Apakah ciri-ciri semantik dapat distrukturkan dan bersifat universal? Jika kita mendalami analisis tata bahasa kasus, akan tampak bahwa korelasi antara struktur makna verbum dan penentuan kasus nomen atau argumen cukup signifikan.

C.      Rumusan Masalah
1.       Bagaimanakah bentuk-bentuk analisis komponen makna?
2.       Bagaimanakah korelasi antara klasifikasi semantik kata dan proses pembentukan kata?
D.      Tujuan
1.       Mendeskripsikan bentuk-bentuk analisis komponen makan.
2.       Mendeskripsikan korelasi antara klasifikasi semantik kata dan proses pembentukan kata.

3.       Pembahasan
1.       Analisis Komponen
Disamping korelasi verbum yang kiranya semesta, diikhtiarkan pula klasifikasi nomen secara semantis. Pada umumnya klasifikasi nomen secara semantis dibicarakan dalam tataran semantik. Salah satu teknik untuk mengelompokkan kata secara semantik ialah dengan analisis komponen. Analisis komponen semantik kata ialah pemecahan atas komponen-komponen makna kata sampai kepada komponen makna yang berkontras atau bertentangan. Masalah yang belum disepakati ialah pilihan komponen makna yang bersifat semesta.
Pria                          + bernyawa                       
                                + jantan
                                + insan
                                + kongkret

Wanita                   + bernyawa
     -    Jantan
     + insan
     + konkret
                               
                                Batu                       - bernyawa
                                                              + benda
              -    Insan
              + konkret
               
Makan                            - bernyawa
                                       - benda
                                                                - insan
                                                                - konkret
                                                                + kerja
                                               
                                Bunga                      + bernyawa
                                                                + benda
                -    insan
                                                                + konkret
                                Kucing                     + bernyawa
                                                                + benda
                -    insan
                                                                + konkret
                                Menulis                    - bernyawa
                                                                - benda
                                                                - insan
                                                                - konkret
                                                                + kerja

2.       Korelasi Antara Klasifikasi Semantik Kata dan Proses Pembentukan Kata
N.F. Aliyewa, seorang linguis berkebangsaan Rusia telah memelopori satu studi korelasi antara klasifikasi kata secara semantis atau kelas semantis kata dan proses pembentukan kata. Dalam tulisannya tentang klasifikasi morfem akar kata dalam bahasa Indonesia, Aliyewa mencoba menerapkan satu pendekatan semantis dalam menguji keampuhan dan kebolehan sebuah kata yang mengalami proses pembentukan kata. Dengan demikian Aliyewa ingin menunjukkan korelasi antara klasifikasi semantik dan proses pembentukan kata. Aliyewa mengelompokkan kata bahasa Indonesia secara semantis dalam tujuh kelompok, yaitu: kelompok benda bernyawa dan tak bernyawa, kelompok alat atau perkakas, kelompok memenuhi ciri-ciri kualitatif, kelompok keadaan fisik, kelompok keadaan psikologis, kelompok nama tindakan, pekerjaan, dan gerakan, dan kelompok tindakan transitif. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam tabel di bawah ini.

Benda bernyawa dan tak bernyawa
Alat atau perkakas
Ciri-ciri kualitatif
Keadaan fisik
Keadaan psikologi
Nama tindakan, pekerjaan, dan gerakan
Tindakan transitif
Kelinci
Manusia
Sepeda
Kucing
Meja
Mawar
Ikan
radio
Obeng
Gergaji
Cangkul
Sendok
Garpu
Sapu
Sabit
Solder
Kuning
Lambat
Indah
Bau
Buruk
Luas
Sempit
cepat
masuk
Jongkok
lelah
tidur
Marah
Senyum
haus
Tidur
Benci
Ingat
Sakit
Senang
Malas
Susah
Takut

Teriak
Ayun
Kepal
Duduk
Lambai
Kedip
Senyum
kunyah
Makan
Baca
Dengar
Lihat
Tanam
Potong
Buka
hapus

Sebagai variabel proses pembentukan kata, Aliyewa memilih afiks pembentuk kata kerja atau verbum tertentu dan produktif sebagai berikut: me-, di-, ber-, ter-, -kan, dan -i. Dalam klasifikasi ini, Aliyewa tidak memasukkan kata yang secara sintaksis hanya berfungsi perangkai dan tidak memunyai kebolehan untuk menjadi bentuk dasar, seperti kata bilangan, kata ganti, dan kata modalitas. Setelah memilih variabel morfem terikat  afiks pembentuk verbum lalu memeriksa korelasi antara klasifikasi semantis kata dan morfem afiks pembentuk verbum. Yang diperiksa adalah kemungkinan dan kemampuan sebuah kata untuk memperoleh afiks-afiks tertentu itu. Hal kedua yang diperiksa ialah watak pembentukan kata itu yang dibedakan atas watak pembentukan kata yang bernotasi B-K, watak perubahan kata, bernotasi U-K, Dan watak penggantian fungsi pembentukan kata secara sintaksis, bernotasi B-U. Jika semua kelompok tertentu itu dapat mengalami afiksasi, maka bernotasi ±, dan jika sama sekali tidak dapat berafiksasi, maka bernotasi –. Semua ini berdasarkan data seperti yang diperoleh dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta 1963. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.


 

       Kelompok
                semantik
Afiks
Kata kerja
Kelinci
Obeng
Masuk
Keluar
Benci
Teriak
makan
Me-

±
B-U
±
B-K
±
B-K
±
U-K
±
B-K
+
U-K
di-
±
B-U
±
B-U


±
B-K
±
U-K
±
B-K
Ber-
±
B-U
±
B-U
±
B-U

±
U-K
±
B-K
±
B-K
Ter-
±
B-U
±
B-U
±
U-K
±
B-K
±
B-K
±
B-K
- kan
±
B-U
±
B-U
±
U-K
±
B-K
±
U-K
+
U-K
- i
+
B-U
±
B-U
±
B-K
±
B-K
±
B-K

Dengan analisis demikian dapatlah diteliti seberapa besar dan seberapa mungkin korelasi antara komponen makna kata dan proses pembentukan kata. Dengan hasil analisis korelasi itu dapat diramalkan hambatan struktur yang bersyaratkan semantik. Seorang peneliti bahasa mungkin dengan tergesa-gesa menolak satu struktur karena yang diperoleh ialah struktur yang terhambat makna.
Demikian pula dengan proses pembentukan kata, kebolehan dan ketidakbolehan proses pembentukan sebuah kata harus dikaitkan pula dengan izin dan hambatan semantik, yakni diizinkan atau dihambat oleh kelompok semantik .

4.       Kesimpulan
Dengan analisis demikian dapatlah diteliti seberapa besar dan seberapa mungkin korelasi antara komponen makna kata dan proses pembentukan kata. Dengan hasil analisis korelasi itu dapat diramalkan hambatan struktur yang bersyaratkan semantik. Seorang peneliti bahasa mungkin dengan tergesa-gesa menolak satu struktur karena yang diperoleh ialah struktur yang terhambat makna.

5.       Daftar Pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1985. Linguistik. Bandung: Angkasa
Bloomfield, Leonard. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart and Wiston, Inc
Leech, Geoffrey. 1974. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Senin, 31 Januari 2011

MORFOLOGI PERUBAHAN VERBA BAHASA JEPANG PADA BUKU PELAJARAN SHIN NIHONGO NO KISO I

MORFOLOGI PERUBAHAN VERBA BAHASA JEPANG
PADA BUKU PELAJARAN SHIN NIHONGO NO KISO I

Oleh
Aprilia Devina
10745054

Abstrak
Semua bahasa di dunia mempunyai kelas kata verba. Sesuai dengan tipologi bahasanya, ada bahasa yang meletakkan verba di depan, di tengah atau di akhir kalimat. Hal ini merupakan karakteristik dan keunikan bahasa. Begitu pula dengan verba bahasa Jepang, yang meletakkan verba di akhir kalimat. Perubahan verba pada bahasa Jepang juga mengakibatkan perubahan waktu dan maknanya.
Kata kunci :  Bahasa Jepang ; Verba ; Perubahan ; Makna


I.         PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
Untuk mempelajari bahasa asing tidak cukup hanya dengan menguasai kemampuan berbicara saja. Baik pengajar maupun pembelajar yang sedang belajar bahasa asing perlu memahami atau minimal mengetahui linguistik bahasa asing. Pada umumnya, kesalahan yang terjadi pada pembelajar dikarenakan adanya transfer negative bahasa ibu dengan bahasa asing misalnya dalam pemilihan kata, penggunaan kosa kata, pola kalimat dan sebagainya.
Bahasa Jepang adalah salah satu bahasa asing yang mempunyai karakteristik khusus. Ada beberapa karakteristik bahasa Jepang diantaranya sistem penulisannya yang mengenal empat huruf yaitu hiragana, katakana, kanji dan romaji. Dalam gramatikal, bahasa Jepang mengenal adanya partikel atau pemarkah kasus (joshi) yang berfungsi sebagai pembeda nomina, verba dan adjektiva. Pada struktur kalimat, posisi predikat diletakkan di belakang sebelum objek. Verba bahasa Jepang juga mengalami perubahan berdasarkan waktu kejadiannya sehingga mengakibatkan perubahan makna juga.

 Berikut ini adalah contoh perubahan verba secara umum yang mengakibatkan perbedaan makna :

Verba
GOL
Bentuk
 kamus
Bentuk
masu
Bentuk
masen
Bentuk
te imasu
Bentuk
mashita
Bentuk
masendeshita
I
買う
KA-u
Membeli
買います
KA- imasu
Membeli
買いません
KA- imaseng
Tidak membeli
買っています
KA-tte imasu
Sedang membel
買いました
KA- imashita
Sudahmembeli
買いませんでした
KA-imaseng deshita
Sudah tidak membeli
II
食べる
TA-beru
Makan
食べます
TA-bemasu
Makan
食べません
TA-bemaseng
Tidak makan
食べています
TA-bete imasu
Sedang makan
食べました
TA-bemashita
Sudah makan
食べませんでした
TA-bemaseng deshita
Sudah tidak makan
III
する
Suru
Melakukan
します
SHI-masu
Melakukan
しません
SHI-maseng
Tidak melakukan
しています
SHI-te imasu
Sedang
melakukan
しました
SHI-mashita
Sudah
melakukan
しませんでした
SHI-masengdeshita
Sudah tidak
melakukan

 Dalam semua bahasa, verba merupakan unsur penting dalam kalimat. Begitu pun dalam bahasa Jepang, verba berperan penting dalam menunjukkan suatu aktivitas atau keadaan yang ditunjukkan dalam suatu kalimat. Struktur kalimat bahasa Jepang dibentuk dengan pola subjek-predikat atau subjek-objek-predikat yang nantinya akan disesuaikan dengan perubahan verba sesuai konteks dan waktu terjadinya (tenses).
Pembelajar yang baru belajar bahasa Jepang tanpa menguasai gramatika dengan baik akan mengalami kesulitan dalam memahaminya. Misalnya, hanya dengan membuka kamus barangkali akan mengerti apa yang dimaksud dengan kata watashi, hon, yomu, Namun apakah pembelajar mengerti bagaimana pemakaian partikel atau joshi. Selain itu, apakah pembelajar juga memahami kalimat bahasa Jepang yang verbanya mengalami perubahan bentuk dan proses morfologis. Contohnya :
1.      私は 本を読みます               ( bentuk akan)
Watashi wa hon o yo-mimasu.       Terdiri dari dua morfem 
Saya membaca buku.


2.      私は 本を読みました         (bentuk lampau)
Watashi wa hon o yo-mimashita.     Terdiri dari dua morfem
Saya sudah membaca buku.

3.      私は 本を読んでいます        (bentuk kini)
Watashi wa hon o yo-nde imasu.      Terdiri dari dua morfem
Saya sedang membaca buku.

  Berkaitan dengan hal di atas, dapat dilihat terjadi variasi perubahan pada verba yang berfungsi sebagai predikat sehingga mempengaruhi makna kalimat yang bertitik tolak pada waktu kejadian. Oleh karenanya, penulis akan membahas proses morfologis verba berdasarkan oleh kala waktu. Untuk mendukung analisis permasalahan, penulis menggunakan contoh-contoh kalimat pada buku pelajaran bahasa Jepang Shin Nihongo No Kiso I.

1.2   Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang yang diakibatkan oleh proses morfologis?
2.      Bagaimana membedakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang?

II.      KAJIAN PUSTAKA
2.1  Morfologi
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan tentang seluk beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Kajian morfologi dibagi menjadi dua tipe analisis yaitu morfologi sinkronik dan morfologi diakronik. (Tarigan, 1988 : 4).
Morfologi sinkronik menelaah morfem-morfem dalam satu cakupan waktu tertentu, baik waktu lalu ataupun waktu kini. Ini berhubungan erat dengan komponen leksikal dan sintaktik kata-kata dan bagaimana caranya komponen- komponen tersebut menambahkan, mengurangi atau mengatur kembali di dalam ragam konteks. Kajian morfologi sinkronik ini antara lain :
  1. Morfem leksikal dan sintaktik.
  2. Morfem bebas dan terikat.
  3. Morfem dasar dan imbuhan.
Morfologi diakronik menelaah sejarah atau asal usul kata dan mempermasalahkan mengapa pemakaian kata sekarang berbeda dengan masa lalu. Kajian morfologi diakronik ini antara lain :
  1. Proses etimologis.
  2. Arah perubahan etimologis.
   Berkaitan dengan morfologi, sebelumnya perlu diperjelas kembali tentang pengertian kata dan morfem. Menurut Ramlan (1983 : 26-28) dalam Tarigan (1988 : 6), morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil dan tidak mempunyai satuan unsur lainnya. Kata adalah dua macam satuan yaitu satuan fonologi dan gramatik yang terdiri dari satu atau beberapa morfem.

2.2.Morfologi bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, morfologi disebut keitairon (形態論). Objek yang dikaji adalah kata (単語/ tango) atau morfem (形態素/ keitaiso). Untuk lebih memahami morfologi dalam bahasa Jepang, berikut ini adalah contoh penggunaan morfem (keitaiso) dan kata (tango) :
  1. Kata (tango)  à  Morfem (keitaiso)
大学            []   []
Daigaku         Dai   Gaku       (universitas)
  1. Kata (tango)  à  Morfem (keitaiso)
蚊        []
Ka              Ka               (nyamuk)
  1. Kata (tango)  à  Morfem (keitaiso)
書く      []   []
Kaku            Ka    Ku         (menulis)
Kata dalam bahasa Jepang terdiri dari beberapa morfem. Seperti pada contoh (1) kata daigaku
(大学) (universitas) yang ditulis menggunakan huruf kanji terdiri dari dua morfem yaitu [dai] [] dan [gaku] []. Pada contoh (2), ada kata ka [] (nyamuk) yang hanya terdiri dari satu morfem yaitu [ka]. Berbeda untuk verba dan adjektiva, kata bisa terdiri dari beberapa morfem pada contoh (3) verba kaku (書く) (menulis) terdiri dari dua bagian yaitu bagian depan ditulis menggunakan huruf kanji [ka] [] yang tidak mengalami perubahan, dan disebut dengan gokan [語幹] dan pada bagian kedua [ku] [] yang bisa mengalami perubahan, dan disebut dengan gobi [語尾].
      Dalam bahasa Jepang, kata yang mengalami perubahan disebut dengan yougen [用言], sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan disebut dengan taigen [体言]. Perubahan kata atau yougen [用言] terdiri dari doushi [動詞] (verba), jodoushi [助動詞] (kopula), keiyoushi [形容詞] (kata sifat).

2.3  Perubahan Bentuk Verba
    Verba bahasa Jepang dalam bentuk kamus (jishokei) berdasarkan perubahannya digolongkan dalam kelompok berikut :
1.      Kelompok I
Kelompok ini disebut dengan godan doushi 五段動詞, karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang yaitu A, I, U, E, O. Cirinya yaitu verba yang berakhiran dengan gobi huruf U, TSU, RU, KU, GU, MU, NU, BU, SU.
U
会う
A – u
Bertemu
KU
書く
Ka – ku
Menulis
MU
読む
Yo - mu
Membaca
2.      Kelompok II
Kelompok ini disebut dengan ichidan doushi 一段動詞, karena perubahannya terjadi pada satu deretan bunyi saja. Ciri utamanya verba yang berakhiran dengan suara eru atau kami-ichidan doushi dan iru atau shimo-ichidan doushi.
ERU
食べる
Tabe - ru
Makan

寝る
Ne – ru
Tidur
IRU
見る
Mi – ru
Melihat

起きる
Oki - ru
Bangun
3.      Kelompok III
Kelompok ini disebut dengan henkaku doushi 変革動詞verba yang perubahannya tidak beraturan dan hanya terdiri dari dua verba saja.
SURU
する
Melakukan
KURU
くる
Datang

Perubahan bentuk kata yaitu verba, adjektiva dan kopula disebut katsuyou 活用(konjugasi). Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam antara lain :
1.    Mizenkei (未然形) yaitu perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SASERU).
2.    Renyoukei (連用形) yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).
3.    Shuushikei (終止形) yaitu vera bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
4.    Rentaikei (連体形)  yaitu verba (bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator.
5.    Kateikei (仮定形)  yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
6.    Meireikei (命令形)  yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah.
Berikut ini adalah tabel perubahan verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :

Verba
Arti
Mizenkei
Renyoukei
Shuushikei
Rentaikei
Kateikei
Meireikei
I
Ka-ku

Menulis
かない
Ka-kanai
こう
Ka-kou
れる
Ka-kereru
せる
Ka-seru
きます
Ka-kimasu
いて
Ka-ite
いた
Ka-ita
Ka-ku
Ka-ku
けば
Ka-keba
Ka-ke
  II
べる
Ta-beru
Makan
べない
Ta-benai
べよう
Ta-beyou
べられる
Ta-berareru

べさせる
Ta-besaseru
べます
Ta-bemasu
べて
Ta-bete
べた
Ta-beta
べる
Ta-beru
べる
Ta-beru
べれば
Ta-bereba
Ta-be
  III
Ku-ru
Datang
ない
Ko-nai
よう
Ko-you
れる
Ko-reru
させる
Ko-saseru
ます
Ki-masu
Ki-te
Ki-ta
Ku-ru
Ku-ru
れば
Ko-reba
Ko-i
       Dari tabel di atas, bisa diketahui bahwa adanya perbedaan pembatas morfem dalam setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan hiragana). Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang merupakan suatu silabis atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf Alfabet. Menurut Machida & Momiyama (1997) bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf Alphabet akan semakin jelas. Tentunya dengan menggunakan sistem Jepang (nihon shiki) atau sistem Kunrei bukan mengacu pada sistem Hepburn.



2.4   Bentuk Waktu atau Jisei (時勢)
Bentuk waktu dalam bahasa Jepang disebut dengan Jisei 時勢atau Tense. Bentuk waktu adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak pada saat kalimat diucapkan. Ada tiga rentetan waktu lampau, sekarang dan akan datang. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah ilustrasinya :
Kako/ lampau           Genzai/ sekarang            Mirai/ akan datang
過去           現在          未来
 
Hatsuwaji/ saat berbicara  発話時

Dari ketiga rentetan waktu ini, penggunaan verba hanya berlaku untuk waktu sekarang dan akan datang. Bentuk sekarang atau genzai terdiri dari satu morfem yaitu MASU dan bentuk lampau atau kako terdiri dari dua morfem yaitu MASHI-TA.

III.    METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Isyandi (2003:13) penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian kepustakaan, penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji terutama buku-buku linguistic bahasa Indonesia maupun bahasa Jepang.
Mengingat data-datanya berasal dari buku bahasa Jepang maka penulis harus menerjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan penulisan. Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan dengan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang.
  Tahap berikutnya, proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam bab dan anak bab. Dan yang terakhir penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti dan saran yang dapat disampaikan bagi perkembangan linguistik bahasa Jepang.

IV.    PEMBAHASAN
Verba sebagai predikat sangat berperan penting dalam suatu kalimat. Struktur kalimat verba bahasa Jepang, memposisikan verba di tengah kalimat dengan Subjek-Predikat-Objek. Berbeda dengan bahasa Indonesia, verba dalam bahasa Jepang diposisikan di akhir kalimat dengan struktur Subjek-Objek-Predikat. Jika pada bahasa Indonesia, verba tidak mengalami perubahan morfologi, ini berbeda dengan verba bahasa Jepang yang megalami perubahan morfologi. Perubahan ini berdasarkan dari kala waktu (tenses) yaitu waktu lampau (過去) (kako) dan waktu sekarang (現在) (genzai). Selain itu, perlu juga diperhatikan verba kalimat termasuk dalam kelompok verba satu, dua atau tiga. Karena masing-masing kelompok berbeda-beda penggunaannya. Selanjutnya, verba dapat dianalisis apakah mengalami perubahan makna sesuai dengan konjugasinya.
Berikut ini adalah contoh-contoh kalimat yang ada dalam buku pelajaran Shin Nihongo no Kiso I  :
1.      リーさんは 漢字を きます(SNNK: 173)
Rii-san wa kanji wo kakimasu.
Rii-san menulis kanji.

2.      わたしたちは 日本の歌をいます (SNNK : 210)
Watashitachi wa nihon no uta o utaimasu.
Kami bernyanyi lagu Jepang.



3.      田中さんは 毎晩さけをみません。(SNNK :55)
Tanaka-san wa maiban sake o nomimasen.
Tanaka setiap malam tidak minum sake.

4.      先生は 日本語で 電話をかけます。(SNNK :150)
Sensei wa nihongo de denwa o kakemasu.
Sensei menelfon dengan bahasa Jepang.

5.      きのうの晩 日本語を勉強ませんでした(SNNK: 53)
Kinou no ban nihongo o benkyou shimasen deshita.
Kemarin malam tidak belajar bahasa Jepang.

6.      私は友達と日本へます(SNNK :45)
Watashi wa tomodachi to nihon e kimasu.
Saya datang ke Jepang dengan teman.

7.      父はたばこをっています(SNNK :60)
Chichi wa tabako o sutte imasu.
Ayah sedang merokok.

8.      みんなさん、辞書をあけてください (SNNK: 100)
Minnasan, jisho o akete kudasai.
Semuanya, tolong buka kamus.

9.      テレビをてから ます(SNNK : 215)
Terebi o mite kara nemasu.
Setelah nonton tv, tidur.

10.これはどこでったですか。(SNNK : 217)
Kore wa doko de katta hon desuka.







Dari contoh di atas, bisa diketahui proses morfologis perubahan verbanya yang akan
di tunjukkan pada tabel di bawah ini:
No.
Contoh
Verba
Verba
Gol.
Mizenkei
Renyou
kei
Shuushi
kei
Rentai
kei
Kateikei
Meireikei
1
きます
KA-
KIMASU
書く/ I
KA-
KU
KA-
KANAI
X
KA-
KU
KA-
KU
KA-
KE
KA-
KE
2
います
UTA-
IMASU
歌う/ I
UTA-U
UTA-
WANAI
X
UTA-U
UTA-U
UTA-E
UTA-E
3
みません
YO-
MIMASEN
読む/ I
YO-MU
YO-
MANAI
X
YO-
MU
YO-MU
YO-ME
YO-ME
4
かけます
KA-
KEMASU
かける/II
KAK-
ERU
KAKE-
NAI
X
KAK-
ERU
KAK-
ERU
KA-
KEREBA
KA-KE

5

しません
でした
SHI-
MASEN
DESHITA

する/
III SURU

SHI-
NAI

X


SURU

SURU

SU-REBA

SE-RO
6
ます
KI-
MASU
くる/
III
KURU
KO-
NAI
X

KURU
KURU
KU-REBA
KO-I
7
って
います
SU-
TTEIMASU
すう/
I
SU-U
SU-
WANAI
X

SU-U
SU-U
SU-EBA
SU-E
8
あけ
ください
AKE-TEKUDASAI
あける/
II
A-KERU
AKE-
NAI
X

A-KERU
A-      KE
RU
A-KEREBA
A-KE
9
MI-TE
見る/ II
MI-RU
MI-
NAI
X

MI-RU
MI-RU
MI-REBA
MI-RE
10
った
KA-TTA
買う/I
KA-U
KA-
WANAI
X

KA-U
KA-U
KA-EBA
KA-E
Catatan :
·           Tanda X digunakan untuk menunjukkan posisi verba dalam kalimat sebagai renyoukei.
·           Untuk memperjelas bagaimana perubahannya, contoh verba di atas dikembangkan lagi
menjadi beberapa konjugasi seperti Mizenkei, Renyoukei, Shuushikei, Rentaikei, Kateikei, Meireikei.

Untuk memudahkan menganalisis data, penulis menggunakan sistem Hepburn dengan menulis secara alphabet namun tetap mengacu pada sistem penulisan Jepang (nihon shiki).
1.      Pada verba golongan I, seperti yang ditunjukkan pada contoh di atas KA-KU (書く),
UTA-U (歌う), YO-MU(読む). Pada saat verba golongan I berkonjugasi morfem isi atau naiyou-keitaisou tidak mengalami perubahan, tetapi morfem fungsi atau kinou-keitaisou mengalami perubahan.
書かない à  KA- kanai  :   Tidak menulis
書く
書きます  à  KA- kimasu :    Menulis
KA-KU
書く      à  KA- ku    :    Menulis
(2 morfem)
書けます  à  KA-kemasu :    Dapat menulis
書こう    à  KA- kou   :    Akan menulis
Morfem KA() pada verba KA-KU (書く) yaitu morfem isi atau naiyou-keitaisou tidak mengalami perubahan. Sementara morfem KU () adalah morfem fungsi atau kinou-keitaisou yang mengalami perubahan konjugasi A (ka), I (ki), U (ku), E (ke), O (ko) dan mengakibatkan perubahan makna. Perubahan verba golongan I ini menambah penambahan morfem karena bisa mengalami 5 konjugasi.




2.       Pada verba golongan II, seperti yang ditunjukkan pada contoh di atas MI-RU(見る), A-KERU(あける) , KAK-ERU (かける).
見ない  à   MI – nai     :    Tidak melihat
見る
見ます  à   MI – masu   :     Melihat
MI-RU
見る    à   MI – ru     :     Melihat
(2 morfem)
見えます à  MI – emasu  :     Dapat melihat
見よう  à   MI – you    :     Akan melihat
Pada verba MI-RU (見る) terdiri dari dua morfem yaitu MI () morfem isi atau naiyou-keitaisou yang tidak mengalami perubahan. Serta morfem RU () sebagai morfem fungsi atau kinou-keitaisou. Pada verba golongan II, morfem fungsi RU () tidak mengalami konjugasi A (ra) , I (ri), U (ru), E (re), O (ro) seperti pada verba gol I. Morfem
RU () hilang dan berubah menjadi morfem lain. Contohnya untuk verba tidak melihat,
MI-RU (見る)  à  MI – nai  (見ない). Sehingga, perubahan pada verba golongan II ini tidak mengalami penambahan morfem.
3.      Pada verba golongan III, seperti yang ditunjukkan pada contoh di atas SURU(する), KURU(くる).
こない à Ko- nai    : Tidak datang
くる
きます à Ki – masu  : Datang
KU-RU
くる à Kuru        : Datang
(2 morfem)
くれば à Ku- reba   : Dapat datang
こい à Ko-i        : Akan datang
Pada verba KU-RU (くる) hanya terdiri dari dua morfem isi dan fungsi. Jika diamati kembali pada morfem isi KU () ketika mengalami konjugasi terjadi perubahan menjadi KO() dan KI (). Pada morfem fungsi RU () juga mengalami perubahan. Ini dikarenakan verba golongan III merupakan verba tidak beraturan sehingga perubahan morfofoginya juga tidak beraturan.
  Setelah mengetahui, proses morfologi verba yang mengakibatkan perubahan makna verba. Maka perlu juga mengetahui kala waktu (tense) karena ini juga berhubungan dengan proses morfologi. Berdasarkan contoh kalimat yang ada pada buku pelajaran Shin Nihongo no Kiso I  :
No.
Contoh Verba
Lampau
Kako 過去
Sekarang
Genzai 現在
Akan datang
Mirai 未来
1
きます
Ka- kimasu


X
Akan menulis
2
みました
Yo-mimashita
X
Sudah membaca


3
べます
Ta-bemasu


X
Akan makan
4
けました
Kakemashita
X
Sudah menelfon


5
ます
Ki-masu


X
Akan datang
6
しませんでした
Shi-masendeshita
X
Sudah tidak melakukan


7
っています
Su-tteimasu

X
Sedang merokok

8
ています
Mi-teimasu

X
Sedang melihat

Berdasarkan data di atas maka dapat dibedakan kala waktu (tense) pada bahasa Jepang dibagi menjadi tiga yaitu lampau (kako) 過去, sekarang (genzai)  現在dan akan datang (mirai) 未来. Tetapi, verba hanya digunakan pada saat sekarang (genzai) 現在dan lampau(kako) 過去. Sehingga, dalam bahasa Jepang verba dengan kala waktu sekarang (genzai) 現在selalu ditandai dengan perubahan morfem MASU dan verba dengan kala waktu lampau kako)過去selalu ditandai dengan perubahan morfem MASHITA. Perubahan verba juga dipengaruhi oleh kala waktu yang akan memperkaya penambahan fonem dan kata dalam bahasa Jepang.
V.      SIMPULAN
Mempelajari bahasa asing berarti juga belajar tentang linguistik bahasa. Salah satu bagian kajian penting dalam linguistik adalah morfologi yang mempelajari seluk beluk morfem dan kata. Verba dalam suatu kalimat juga merupakan kajian dalam morfologi. Peran verba sebagai predikat sangat menentukan makna suatu kalimat.
 Bahasa Jepang adalah bahasa yang mempunyai karakteristik tersendiri. Salah satu yang harus dipahami adalah proses morfologi pada verba yang mengalami perubahan berdasarkan waktu kejadiannya dan mengakibatkan perubahan makna didalamnya. Ini adalah aspek penting yang harus diperhatikan ketika ingin belajar lebih dalam tentang tata bahasa Jepang dan menguasai bahasa Jepang dengan mudah.



DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, Leonard. 1995. LANGUAGE BAHASA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Shin Nihongo no Kiso I. Tokyo : AOTS
Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Morfologi. Bandung : Angkasa
Verhaar.2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press