KLASIFIKASI SEMANTIK KATA
DAN PEMBENTUKAN KATA
Oleh
Choirul Asyhar
(10745057)A. Pendahuluan
Klasifikasi semantik kata merupakan kajian analisis makna yang terdapat pada kata. Setiap kata selalu mengandung makna. Masalah yang muncul sekarang adalah adakah korelasi antara komponen semantik kata dan proses pembentukan kata secara morfologis. Dengan kata lain, apakah ada korelasi antara variabel makna di satu pihak dan variabel pembentukan kata di pihak lain. Dan yang terlingkup dengan variabel makna di sini ialah makna leksikal atau makna lugas suatu kata, misalnya kata “beri”, “memberi”, “berikan”, “memberikan”, memunyai makna yang konstan dengan “beri”. Kata “masuk” adalah makna leksikal dalam paradigma itu atau bisa disebut sebagai makna yang ada dalam kamus. Sedangkan makna morfem terikat “me-i”, “-kan”, “me-kan” adalah disebut makna gramatikal karena kata tersebut terjadi pada proses gramatikal atau pengimbuhan. Jika kata beri dapat mengalami proses pembentukan seperti di atas, maka kata “makan” tidak sepenuhnya dapat mengalami proses pembentukan seperti “makankan”, “memakankan”, “dimakankan”, dan “kemakanan”. Dari perbedaan tersebut apa yang membedakan adanya perbedaan tersebut. apakah ada kemungkinan hubungan antara makna leksikal yang dikandung oleh masing-masing kata?
Saya berasumsi bawa proses pembentukan kata sebagian besar berhubungan dengan komponen makna leksikal. Dengan asumsi di atas saya memunyai dugaan awal bahwa ada hubungan antara komponen makna dan proses pembentukan kata.
B. Kajian Pustaka
1. Komponen Semantik
Pemaduan dan keterpaduan semantik dalam analisis bahasa telah dipelopori oleh Chomsky. Buah pikir Chomsky telah merangsang untuk mengetahui korelasi antara komponen semantik dan komponen morfologi serta sintaksis. Charles Fillmore dengan tata bahasa kasus juga merintis satu pengujian hipotesis tentang korelasi antara makna verbum predikat dalam kalimat dan nomen sebagai argumen yang berhubungan dengan verbum. Hubungan antara nomen dan verbum secara semantis itu disebut kasus. Ini berarti kasus itu ditentukan secara semantis berdasarkan semantik leksikal verbum, misalnya, kasus agentif, instrumentalis, faktitif, dan sebagainya. Fillmore sendiri tidak membicarakan dan menganalisis semantik leksikal kata karena Fillmore lebih memperhatikan hubungan semantis kasus pada tataran sintaksis.
Analisis tata bahasa kasus memunyai beberapa postulat dalam analsisis bahasa seperti di bawah ini:
1. Dalam analisis bahasa semantik adalah sentral.
2. Semantik memunyai struktur.
3. Struktur semantik adlah struktur dalam.
4. Dlam struktur dalam semantik verbum adalah sentral.
Karena pembicaraan ini berhubungan dengan semantik kata, maka kami hanya memetik analisis semantik kata dari tata bahasa kasus yang relevan. Untuk itulah disebutkan nama dan hasil karya Wallace L. Chafe.
2. Klasifikasi Semantik
Dalam analisis semantik, Wallace L. Chafe mengelompokkan verbum secara semantis dalam empat kelompok, yakni : verbum keadaan, verbum proses, verbum aksi, dan verbum aksi-proses. Kelompok verbum dapat disubklasifikasikan lagi berhubungan dengan argumen. Tentu saja data yang dipergunakan Chafe adalah bahasa Inggris. Contoh-contoh umum dapat diberikan seperti berikut:
Verbum keadaan : dead, tight, know, have, own.
Verbum proses : break, die, hear, see, find.
Verbum aksi : run, sing.
Verbum aksi-proses : kill, show, teach, give, buy, send.
Dengan latar belakang teori klasifikasi semantik verbum Chafe, oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K telah dilaksanakan satu penelitian dan telah diterbitkan dengan judul Tipe-Tipe Semantik Kata Kerja Bahasa Indonesia Kontemporer. Para peneliti membedakan tiga kelompok semantik kata kerja bahasa Indonesia, yakni kata kerja keadaan, kata kerja proses, dan kata kerja aksi.
Yang tampak dalam klasifikasi verbum Chafe ialah ikhtiar penentuan ciri-ciri semesta pengelompokan kata secara semantik. Apakah ciri-ciri semantik dapat distrukturkan dan bersifat universal? Jika kita mendalami analisis tata bahasa kasus, akan tampak bahwa korelasi antara struktur makna verbum dan penentuan kasus nomen atau argumen cukup signifikan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk analisis komponen makna?
2. Bagaimanakah korelasi antara klasifikasi semantik kata dan proses pembentukan kata?
D. Tujuan
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk analisis komponen makan.
2. Mendeskripsikan korelasi antara klasifikasi semantik kata dan proses pembentukan kata.
3. Pembahasan
1. Analisis Komponen
Disamping korelasi verbum yang kiranya semesta, diikhtiarkan pula klasifikasi nomen secara semantis. Pada umumnya klasifikasi nomen secara semantis dibicarakan dalam tataran semantik. Salah satu teknik untuk mengelompokkan kata secara semantik ialah dengan analisis komponen. Analisis komponen semantik kata ialah pemecahan atas komponen-komponen makna kata sampai kepada komponen makna yang berkontras atau bertentangan. Masalah yang belum disepakati ialah pilihan komponen makna yang bersifat semesta.
Pria + bernyawa
+ jantan
+ insan
+ kongkret
Wanita + bernyawa
- Jantan
+ insan
+ konkret
Batu - bernyawa
+ benda
- Insan
+ konkret
Makan - bernyawa
- benda
- insan
- konkret
+ kerja
Bunga + bernyawa
+ benda
- insan
+ konkret
Kucing + bernyawa
+ benda
- insan
+ konkret
Menulis - bernyawa
- benda
- insan
- konkret
+ kerja
2. Korelasi Antara Klasifikasi Semantik Kata dan Proses Pembentukan Kata
N.F. Aliyewa, seorang linguis berkebangsaan Rusia telah memelopori satu studi korelasi antara klasifikasi kata secara semantis atau kelas semantis kata dan proses pembentukan kata. Dalam tulisannya tentang klasifikasi morfem akar kata dalam bahasa Indonesia, Aliyewa mencoba menerapkan satu pendekatan semantis dalam menguji keampuhan dan kebolehan sebuah kata yang mengalami proses pembentukan kata. Dengan demikian Aliyewa ingin menunjukkan korelasi antara klasifikasi semantik dan proses pembentukan kata. Aliyewa mengelompokkan kata bahasa Indonesia secara semantis dalam tujuh kelompok, yaitu: kelompok benda bernyawa dan tak bernyawa, kelompok alat atau perkakas, kelompok memenuhi ciri-ciri kualitatif, kelompok keadaan fisik, kelompok keadaan psikologis, kelompok nama tindakan, pekerjaan, dan gerakan, dan kelompok tindakan transitif. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Benda bernyawa dan tak bernyawa | Alat atau perkakas | Ciri-ciri kualitatif | Keadaan fisik | Keadaan psikologi | Nama tindakan, pekerjaan, dan gerakan | Tindakan transitif |
Kelinci Manusia Sepeda Kucing Meja Mawar Ikan radio | Obeng Gergaji Cangkul Sendok Garpu Sapu Sabit Solder | Kuning Lambat Indah Bau Buruk Luas Sempit cepat | masuk Jongkok lelah tidur Marah Senyum haus Tidur | Benci Ingat Sakit Senang Malas Susah Takut | Teriak Ayun Kepal Duduk Lambai Kedip Senyum kunyah | Makan Baca Dengar Lihat Tanam Potong Buka hapus |
Sebagai variabel proses pembentukan kata, Aliyewa memilih afiks pembentuk kata kerja atau verbum tertentu dan produktif sebagai berikut: me-, di-, ber-, ter-, -kan, dan -i. Dalam klasifikasi ini, Aliyewa tidak memasukkan kata yang secara sintaksis hanya berfungsi perangkai dan tidak memunyai kebolehan untuk menjadi bentuk dasar, seperti kata bilangan, kata ganti, dan kata modalitas. Setelah memilih variabel morfem terikat afiks pembentuk verbum lalu memeriksa korelasi antara klasifikasi semantis kata dan morfem afiks pembentuk verbum. Yang diperiksa adalah kemungkinan dan kemampuan sebuah kata untuk memperoleh afiks-afiks tertentu itu. Hal kedua yang diperiksa ialah watak pembentukan kata itu yang dibedakan atas watak pembentukan kata yang bernotasi B-K, watak perubahan kata, bernotasi U-K, Dan watak penggantian fungsi pembentukan kata secara sintaksis, bernotasi B-U. Jika semua kelompok tertentu itu dapat mengalami afiksasi, maka bernotasi ±, dan jika sama sekali tidak dapat berafiksasi, maka bernotasi –. Semua ini berdasarkan data seperti yang diperoleh dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta 1963. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.
Kelompok semantik Afiks Kata kerja | Kelinci | Obeng | Masuk | Keluar | Benci | Teriak | makan |
Me- | ₋ | ± B-U | ± B-K | ± B-K | ± U-K | ± B-K | + U-K |
di- | ± B-U | ± B-U | ₋ | ₋ | ± B-K | ± U-K | ± B-K |
Ber- | ± B-U | ± B-U | ± B-U | ₋ | ± U-K | ± B-K | ± B-K |
Ter- | ₋ | ± B-U | ± B-U | ± U-K | ± B-K | ± B-K | ± B-K |
- kan | ₋ | ± B-U | ± B-U | ± U-K | ± B-K | ± U-K | + U-K |
- i | ₋ | + B-U | ₋ | ± B-U | ± B-K | ± B-K | ± B-K |
Dengan analisis demikian dapatlah diteliti seberapa besar dan seberapa mungkin korelasi antara komponen makna kata dan proses pembentukan kata. Dengan hasil analisis korelasi itu dapat diramalkan hambatan struktur yang bersyaratkan semantik. Seorang peneliti bahasa mungkin dengan tergesa-gesa menolak satu struktur karena yang diperoleh ialah struktur yang terhambat makna.
Demikian pula dengan proses pembentukan kata, kebolehan dan ketidakbolehan proses pembentukan sebuah kata harus dikaitkan pula dengan izin dan hambatan semantik, yakni diizinkan atau dihambat oleh kelompok semantik .
4. Kesimpulan
Dengan analisis demikian dapatlah diteliti seberapa besar dan seberapa mungkin korelasi antara komponen makna kata dan proses pembentukan kata. Dengan hasil analisis korelasi itu dapat diramalkan hambatan struktur yang bersyaratkan semantik. Seorang peneliti bahasa mungkin dengan tergesa-gesa menolak satu struktur karena yang diperoleh ialah struktur yang terhambat makna.
5. Daftar Pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1985. Linguistik. Bandung: Angkasa
Bloomfield, Leonard. 1933. Language. New York: Holt, Rinehart and Wiston, Inc
Leech, Geoffrey. 1974. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar