Minggu, 30 Januari 2011

BENTUK KALIMAT PENGHARAPAN ORANG JAWA

BENTUK KALIMAT PENGHARAPAN DALAM BAHASA JAWA


Hendrik Wahyu Ditya
10745045

Abstrak : Dilihat dari sudut pandang strukturnya, secara umum ciri-ciri bentuk kalimat pengharapan bahasa Jawa bisa diketahui dari kata “muga-muga,” kalimat pengharapan tersebut juga dibagi berdasarkan segi “rasanya.” Kalimat pengharapan dibagi menjadi dua, yaitu (1) berdasarkan bentuknya yang diberi akhiran –a, menggunakan kata “ta ya” dan “muga-muga.” (2) Kalimat sod (pengharapan yang jelek) dan doa (pengharapan yang baik).
Kata kunci : bentuk, makna, kalimat pengharapan,

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kalimat pengharapan dalam bahasa Jawa (pangarep-arep), dalam pembentukannya membutuhkan aturan dan intonasi tertentu. Ironisnya banyak peneliti yang tidak memperdulikan tentang aturan tersebut, seakan hal-hal sekecil itu hanya menjadi pelengkap dalam kalimat. Jika dikaji lebih mendalam, pembentukan kalimat pengharapan dalam bahasa Jawa tidak bisa dipisahkan dari struktur dan intonasinya. Hal ini dikarenakan dalam kalimat pengharapkan bahasa Jawa terdapat suatu aturan dan makna eksplisit. Oleh karena itu banyak sekali buku kajian linguistik bahasa Jawa, khususnya tentang struktur kalimat tidak mendeskripsikan secara mendalam tentang bentuk kalimat pengharapan. Pendeskripsiannya hanya mencantumkan bentuk dan contoh dari kalimat pengharapan.
Jika dilihat dari sudut pandang strukturnya, secara umum ciri-ciri bentuk kalimat pengharapan bahasa Jawa bisa diketahui dari kata “muga-muga,” kalimat pengharapan tersebut juga dibagi berdasarkan segi “rasanya.” Dalam Paramasastra Jawa Gagrag Anyar, kalimat pengharapan termasuk dalam bentuk ukara sambawa, dengan mendapat akhiran –a, yang dibagi berdasarkan isinya, selain itu bentuk kalimat pengharapan juga dibagi berdasarkan “rasanya” yang dijelaskan dengan bentuk kata-kata “muga-muga.” Berdasarkan penjelasan tersebut, kalimat pengharapan yang dilakukan masyarakat Jawa terbentuk dari kata “muga-muga” dan penambahan akhiran –a dalam sturkut katanya.
Dalam hal penggunaannya, kalimat yang didasarkan atas kata “muga-muga” ini hanyalah satu dari sebagian ragam klausa bahasa Jawa yang tidak pernah mendapatkan perhatian khusus. Secara semantis, makna yang terkandung dalam kalimat pengharapan bisa saja termasuk dalam kategori kalimat doa dan mempunyai makna yang mendalam. Maksud yang ditimbulkan dari kalimat pengharapan ini juga bermacam-macam bentuknya tergantung modus kalimatnya. Untuk itulah struktur yang terbentuk dalam kalimat pengharapan orang Jawa memang mempunyai ciri khusus yang beraneka ragam, sehingga penanaman konsep unsur kalimat dalam bahasa Jawa bisa diketahui dengan melakukan pendekatan tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan yang akan disajikan dalam penelitian ini yaitu bagaimana bentuk kalimat pengharapan berbahasa Jawa?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk kalimat pengharapan berbahasa Jawa.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah untuk memberi kontribusi pada perkembangan teori linguistik, khususnya kajian sintaksis bahasa Jawa. Selain itu, dalam penelitian ini juga diharapkan berguna bagi pembeca yang tertarik untuk melakukan penelitian berbahasa Jawa khususnya dari segi sintaksis.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kalimat Pengharapan
Untuk mengetahui dasar pembagian dari kalimat pengarapan, maka peneliti akan menggunakan sudut pandang para ahli Paramasastra Jawa dalam mendeskripsikan dan membagi kalimat pengharapan. Menurut Hadiwidjana (1967:48-49), kalimat pengharapan juga termasuk dalam kalimat sambawa yang bermakna belum terjadi. Sasangka (1989:125-128) mendeskripsikan kalimat pengharapan yaitu kalimat yang selain berdasarkan atas isi dalam kalimat, juga termasuk salah satu kalimat sambawa yang ciri katanya mendapat akhiran –a. Antonsuhono (1953:37) mendeskripsikan bahwa kalimat pengharapan yaitu jenis kalimat yang dibagi berdasarkan rasanya atau perasaan manusia kepada orang yang diajak berbicara, berbentuk permintaan yang dihaluskan dan biasanya menggunakan kata “muga-muga.”
Padmosoekotjo (1986:155-156) membagi kalimat pengharapan berdasarkan rasanya dan disebutkan jika kalimat pengharapan itu termasuk kalimat memuji. Poerwadarminta (1953:97) menjelaskan kalau kalimat pengharapan termasuk kalimat yang bermakna mempunyai pengharapan supaya semua keinginannya tercapai. Dari hasil pendapat para ahli bahasa tersebut, kalimat pengharapan adalah kalimat yang bermakna keinginan manusia yang berbentuk pengharapan atau keinginan, selain itu kalimat pengharapan juga disebut doa atau kalimat pujian.

2.2 Pembentukan Kalimat Pengharapan
Berdasarkan penjelasan tentang makna dan ciri kalimat pengharapan yang di atas, maka penjelasan tentang pembentukan kalimat pengaharapan akan dijelaskan seperti di bawah ini.

2.2.1 Pemarkah Kata
Penambahan imbuhan pada kata dasar, bisa dilakukan dengan lima cara yaitu awalan, sisipan, akhiran, redluplikasi, dan konfiksasi (Hadiwidjana, 1967:19). Ciri-ciri kalimat pengharapan bisa diketahui dari imbuhannya, seperti halnya kata dasar yang mendapat akhiran –a atau pemarkah kata sambawa (Sudaryanto, 1991:274). Pemarkah kata sambawa bermakna (1) pengharapan, (2) seandainya, (3) meskipun, selain itu pemarkah kata sambawa juga mendapat imbuhan –a, dak-a, kok-a, di-a, dak-ana, kok-ana, dan di-ana. (Sasangka, 1989:128). Contohnya seperti di bawah ini.

(1) Panasa ta, klambiku ben padha garing.
(2) Bapak ndang kondura ta ya, aku wis kangen.
(3) Udana ya pariku ben urip.
(4) Renea wit biyen-biyen kowe ora klakon karipan.
(5) Sugiha dhuwit aku rak wis gawe omah.
(6) Duwea sangu aku wingi wis tekan Bali.
(7) Diwenehana klambi apik, ya ora tau dianggo.
(8) Dakkandhanana paling-paling ya ora digugu.
(9) Kokgawanana panganan sing enak-enak, aku ya wegah.

Kata yang mendapat akhiran –a terdapat dalam contoh kalimat (1), (2), (3). Ketiga kalimat tersebut termasuk bermakna pengharapan, cirinya yaitu adanya akhiran –a yang membentuk pengharapan (Padmosoekotjo, 1986:85 lan Sasangka, 2001:125).

2.2.2 Pembatas Kalimat
Pembatas kalimat atau modifier yaitu unsur dalam kalimat, berbentuk kata, ide, atau kalimat yang membatasi makna dalam kata, ide, atau kalimat lainnya (Pei dalam Sudarsa, 1993:2). Kridalaksana (2001:159) menjelaskan bahwa pembatas kalimat yaitu makna dalam bentuk makna yang berbentuk kalimat mempunyai dua makna berbeda. Pembatas kalimat pengharapan yaitu menggunakan kata “muga-muga.”
Pemarkah kata dan pembatas kalimat yang sudah dijelaskan di atas, selain menjadi pembentukan kalimat pengharapan juga dijadikan kajian dalam penelitian ini.


BAB III
MODEL PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam penelitian linguistik dengan ciri-ciri menggunakan teori dasar, konsep dasar, model dan pendekatan penelitian bahasa seperti umumnya (Kridalaksana, 1948:118). Penelitian ini juga bersifat sinkroni, karena membahas kalimat pengharapan pada masa sekarang. Cara menganalisisnya menggunakan metode agih atau distribusional (Djajasudarma, 1993:58), refleksif-introspektif (Sudaryanto, 1993:121), dan penataan, sedangkan cara mendeskripsikannya menggunakan cara deskripstif.
Data dalam penelitian ini berupa kalimat pengharapan, kemudian objek penelitiannya yaitu bahasa Jawa khususnya kalimat yang mengandung unsur pengharapan. Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data utama dan data pendukung. Bahasa Jawa yang digunakan untuk analisa ini yaitu bahasa Jawa percakapan sehari-hari, yaitu ragam ngoko, berdasarkan wilayah yaitu bahasa Jawa dialek Mataraman, dan temporal untuk masa kini.


BAB IV
PEMBAHASAN

Kalimat pengharapan berdasarkan berdasarkan cirinya bisa dibagi menjadi dua yaitu, (1) kalimat pengharapan berdasarkan bentuknya; mendapat akhiran –a, menggunakan kata “ta ya” yang berbentuk pengharapan, (2) kalimat sod (mengharapkan hal buruk) dan doa (mengharapkan hal baik).

4.1 Berdasarkan Bentuknya
4.1.1 Kalimat Pengharapan dengan Menambahkan Akhiran –a
Akhiran –a termasuk salah satu pembentuk rimbag sambawa. Rimbag sambawa mempunyai makna meskipun, seumpama, dan pengharapan. Sehubungan dengan penelitian yang akan dibahas, kalimat pengharapan bisa dibentuk dengan memberi akhiran –a. Hal yang akan dijelaskan adalah tentang bentuk dan struktur kalimatnya.

4.1.1.1 Bentuknya
Kalimat pengharapan yang dibentuk dengan akhiran –a biasanya terdapat dalam kalimat aktif dan pasif. Dalam kalimat aktif disebut juga tanduk kriya wantah (kata kerja + akhiran –a), sedangkan yang berbentuk kalimat pasif, hanya dibentuk dari kata kerja pasif atau tanggap di-, pembentukannya biasa disebut dengan tanggap di- kriya wantah. Kalimat pengharapan berbentuk doa dan pujian yang ditujukanuntuk orang lain bukan yang diajak bicara. Seperti contoh di bawah ini.
(1) Nguwoha pelemku, ben ndang isa dinggo rujakan.
(2) Ngaliha bocah kuwi, ben anakku ora wedi.
(3) Murupa lampune, ben aku isa sinau.
(4) Digawaa jajane, ben adhik seneng.
(5) Dibukaka tokone, ben aku isa tuku rokok.

Akhiran –a dalam kata nguwoh, ngalih, dan murup disebut pembentukan sambawa aktif dengan kata kerja utuh atau rimbag sambawaning tanduk kriya wantah, sedangkan yang dihubungkan dengan kata gawa dan bukak disebut pembentukan sambawa pasif di- dengan kata kerja untuh atau rimbag sambawaning tanggap di- kriya wantah. Setelah mendapat akhiran –a, semua kata-kata tersebut mengandung makna pengharapan.

4.1.1.2 Strukturnya
Berdasarkan strukturnya, akhiran –a yang bermakna pengharapan berada di predikatnya. Seperti contoh di bawah ini.
(1a) Nguwoha pelemku, ...
  P S
(2a) Ngaliha bocah kuwi, ...
  P S
(3a) Murupa lampune, ...
  P S
(4a) Digawaa jajane, ...
  P S
(5a) Dibukaka tokone, ...
  P S
Kata nguwoho, ngaliha, murupa, digawaa, lan dibukaka di atas kedudukannya sebagai predikat yang berada di depan subjek. Kata-kata tersebut strukturnya bisa dirubah dengan syarat akhiran –a yang bermakna pengharapan harus lekat dengan kata yang berkedudukan sebagai predikat, Seperti kalimat di bawah ini.
(1b) Pelemku Nguwoha, ...
  S P
(2b) Bocah kuwi Ngaliha, ...
  S P
(3b) Lampune murupa, ...
  S P
(4b) Jajane digawaa, ...
  S P
(5b) Tokone dibukaka, ...
  S P
Seandainya dalam kalimat tidak berimbuhan akhiran –a di kata yang berkedudukan sebagai predikat, maka kata tersebut tidak bermakna pengahrapan.




4.1.2 Kalimat Pengharapan dengan Menggunakan Kata “ta ya”
Kata “ta ya” termasuk dalam golongan kata yang bersifat menegaskan. Tidak semua kata “ta ya” bermakna pengharapan, selain itu kata “ta ya” juga sebagai pengganti akhiran –a sebagai pembentuk sambawa.

4.1.2.1 Bentuknya
Sebagai pengganti akhiran –a, kata “ta ya” bisa melekat di kata yang membentuk kalimat aktif dengan kata kerja utuh dan pasif di- kata kerja aktif utuh. Untuk lebih jelasnya, kata “ta ya” bisa di jelaskan dalam kalimat di bawah ini.
(6) Nguwoh ta ya pelemku, ben ndang isa dinggo rujakan.
(7) Ngalih ta ya bocah kuwi, ben anakku ora wedi.
(8) Murup ta ya lampune, ben aku isa sinau.
(9) Digawa ta ya jajane, ben adhik seneng.
(10) Dibukak ta ya tokone, ben aku isa tuku rokok.

4.1.2.2 Strukturnya
(6a) Nguwoh ta ya pelemku, ...
 P S
(7a) Ngalih ta ya bocah kuwi, ...
P S
(8a) Murupa ta ya lampune, ...
P S
(9a) Digawa ta ya jajane, ...
P S
(10a) Dibukak ta ya tokone, ...
  P S
Kalimat Nguwoh ta ya pelemku,..., Ngalih ta ya bocah kuwi,..., Murup ta ya lampune,..., Digawa ta ya jajane,..., dan Dibukak ta ya tokone,..., yang bermakna pengharapan yaitu kata nguwoh, ngalih, murup, digawa, dan dibukak. Kata-kata tersebut berkedudukan sebagai predikat, bermakna pengharapan dan dibelakangnya terdapat kata yang berkedudukan sebagai subjek. Artinya, kata “ta ya” di kalimat (6a), (7a), (8a), (9a), dan (10a) diapit antara predikat dan subjek.
Kata “ta ya” strukturnya bisa dirubah dengan syarat tembung “ta ya” harus mengikuti dan berada di depan kata yang berkedudukan sebagai predikat, seperti contoh di bawah ini.

(6b) Pelemku nguwoh ta ya, ...
 S P
(7b) Bocah kuwi ngalih ta ya, ...
 S P
(8b) Lampune murup ta ya, ...
 S P
(9b) Jajane digawa ta ya, ...
 S P
(10b) Tokone dibukak ta ya, ...
  S P
Kata “ta ya” tidak bisa berdiri di depan kata yang berkedudukan sebagai subjek dan di belajang kata yang berkedudukan sebagai predikat.

4.1.3 Kalimat Pengharapan dengan Menggunakan Kata “muga-muga”
Dalam kalimat pengharapanan, selain dibentuk dengan akhiran –a dan kata “ta ya”, masih ada kata yang bermakna pengharapan. Kata tersebut yaitu “muga-muga” dan kata “muga-muga” juga mempengaruhi kalimat menjadi bermakna pengharapan, artinya setiap kalimat pengharapan yang dibentuk dengan kata “muga-muga” bisa disebut kalimat pengharapan.

4.1.3.1 Bentuknya
Kata “muga-muga” termasuk golongan modalitas yang bermakna pengharapan atau keinginan. Kata “muga-muga” dalam bahasa Jawa bentuknya bisa bermacam-macam, namun fokus makalah ini adalah bahasa Jawa Ngoko. Seperti
(11) Muga-muga gajimu ulan ngarep mundhak.
(12) Muga-muga anakku cepet mari.
(13) Muga aku lulus ujiyan.

Berdasarkan contoh (11), (12), dan (13) di atas bentuk kalimat pengharapan ditandai dengan kata “muga-muga”.

4.1.3.2 Strukturnya
(11a) Muga-muga gajimu ulan ngarep mundhak.
(12a) Muga-muga larane cepet mari.
(13a) Muga aku lulus ujiyan.

Kata “muga-muga” dalam kalimat (11a), (12a), dan (13a) berada di depan kalimat yang bermakna pengharapan. Kata “muga-muga” sebagai doa sudah pasti diucapkan lebih dulu sebelum mengucapkan keinginannya, tetapi kata “muga-muga” juga bisa berasal di belakangnya kalimat. Biasanya kata tersebut diucapkan dengan memberi makna pengharapan setelah mengucapkan. Seperti contoh di bawah ini
(11b) Gajimu ulan ngarep mundhak muga-muga.
(12b) Larane cepet mari muga-muga.
(13b) Aku lulus ujiyan muga-muga.

Berdasarkan contoh di atas, kata “muga-muga” yang bermakna pengharapan tidak bisa dirubah bentuknya, artinya, hanya kata yang berbentuk “muga-muga” yang berada di belakang kalimat pengharapan.

4.2 Kalimat Sod (Pengharapan yang Jelek) dan Doa (Pengharapan yang Baik)
Dalam ragam kalimat pengharapan, terdapat bentuk kalimat pengharapan yang disebut dengan kalimat sod (pengharapan yang jelek) dan doa (pengharapan yang baik). Kalimat sod atau pengharapan yang jelek biasanya diucapkan dengan rasa mangkel kepada orang lain. Seperti contoh di bawah ini.
(14) Cah wedok polahe pencilakan kaya jiaran. Ruh wong tuwek lungguh neng ngisor, numpak sepedhah montor kaya dalan- dalane dhewe ae. Wo, muga-muga ditabrak trek, ben kapok!

(15) Enek wong nggiring bal penak-penak, disledhing. Titenana, tiba-tiba wi engko!

(16) Rene-rene mek nyeneni thok. Gak ruh kedadeyan alsine ae lo wani-wani misuhi aku. Wong sing nonyo ki anake dhisik, sing diseneni kok aku? Tak dongakne mulihmu samber bledheg kowe!

Kalimat sod dalam contoh di atas ditunjukkan dalam kalimat Wo, muga-muga ditabrak trek, ben kapok!, Titenana, tiba-tiba wi engko!, Tak dongakne mulihmu samber bledheg kowe!. Kalimat-kalimat tersebut termasuk dalam doa-doa yang jelek, selain itu ada juga kalimat pengharapan yang berbentuk doa yang baik. Maksudnya, doa yang baik biasanya ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Seperti contoh di bawah ini.
(17) Dongaku, kowe neng kana diparingi kesehatan, adoh saka alangan. Tur diparingi rejeki sing akeh.

(18) Dhuh Gusti, paringana berkah supaya laris daganganku.

(19) Tak suwunke marang Gusti, muga-muga apa sing dadi kekarepanmu bakal kelakon.


BAB V
SIMPULAN

Makna dalam kalimat pengharapan yaitu kalimat yang dibentuk dari pikiran manusia berupa pengharapan atau keinginan. Kalimat pengharapan uga diarani doa atau pujian.
Kalimat pengharapan dibagi menjadi dua, yaitu (1) berdasarkan bentuknya yang diberi akhiran –a, menggunakan kata “ta ya” dan “muga-muga.” (2) Kalimat sod (pengharapan yang jelek) dan doa (pengharapan yang baik).


DAFTAR PUSTAKA

Antonsuhono. 1953. Reringkesaning Paramasastra Djawa (Perangan I, cap-capan kaping pindho). Djokdja: Hien Hoo Sing

Antonsuhono. 1953. Reringkesaning Paramasastra Djawa (Perangan II, cap-capan kaping pindho). Djokdja: Hien Hoo Sing

Antonsuhono. 1953. Reringkesaning Paramasastra Djawi. Jogjakarta: Soejadi

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Penelitian: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco
Hadiwidjana. 1967. Tata – Sastra. Jogja: U.P. Indonesia

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik (Edisi Ketiga). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Padmosoekotjo, S. 1986. Paramasastra Jawa. Surabaya: PT. Citra Jaya Murti
Sasangka, Sry Satriya. 1989. Paramasastra Jawa Gagrag Anyar. Surabaya: PT. Citra Jaya Murti

Sasangka, Sry Satriya. 2001. Paramasastra Gagrag Anyar Basa Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana.


1 komentar: