Minggu, 30 Januari 2011

MORFOFONEMIK BAHASA JAWA ARTIKEL “ADOLF HITLER” DALAM WIKIPEDIA ABASA JAWI

Oleh :
Vivin Novalina Herawati
10745064

ABSTRAK


Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi semakin canggih salah satunya dengan munculnya media internet. Dalam internet tersebut memiliki salah satu situs ensiklopedia bebas terbesar dalam dunia maya yang dinamakan wikipedia. Dalam situs tersebut menyediakan aneka ragam bahasa untuk memasukinya, salah satunya bahasa Jawa dengan beranda Wikipedia Abasa Jawi.
Penelitian ini mengambil artikel sabagai objeknya. Artikel dalam Wikipedia Abasa Jawi ini juga menunjukkan adanya keunikan lain, yaitu pada peristiwa fonemis akibat dari pertemuan morfem, yang disebut dengan morfofonemik. Permasalahan penelitian ini hanya dibatasi pada: Peristiwa fonemis apa sajakah yang terdapat pada proses morfofonemik Bahasa Jawa artikel “Hitler” dalam Wikipedia Abasa Jawi.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik catat. Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode dan teknik formalisasi fitur-fitur distingtif dalam representatif fonetik pada unit morfofonem dalam bahasa Jawa.

Kata Kunci : Morfofonemik, fonetik, bahasa, jawa, wikipedia, artikel








A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa sangat penting dan memberikan manfaat bagi masyarakat, sebagai sarana alat komunikasi dan interaksi. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa memiliki kedudukan yang sangat penting sekali karena bahasa tidak lepas dari kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia bisa mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran, perasaan, dan gagasan kepada orang lain (Parera, 1993:15).
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bilingual, bahkan bisa dinamakan multilingual. Mulai dilahirkan sampai sekolah, anak-anak paling tidak mengetahui dua bahasa, atau inilah yang dinamakan bilingual. Sebagai contoh orang Jawa sendiri yang kadang-kadang menggunakan bahasa Indonesia, karena sejak kecil anak Jawa di sekolah sudah dibelajari bahasa Indonesia. Orang asli Jawa banyak yang mengetahui, menggunakan, dan bisa menggunakan bahasa Indonesia selain bahasa Jawa, walaupun terkadang mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda.
Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata bahasa Jawa semakin ditinggalkan. Namun hal itu seakan-akan dipungkiri oleh situs internet wikipedia, yang masih memfasilitasi dengan menggunakan bahasa Jawa. Internet merupakan media informasi yang saat ini sangat digandrungi semua orang, khususnya anak muda. Sebuah fasilitas yang memberikan berbagai informasi dunia luar, tinggal ‘klik’ apa yang diinginkan, tidak ada satu menit sudah memberikan berbagai macam pilihan. Dengan adanya hubungan komunikasi lintas jaringan pada internet, setiap komputer yang terdapat di dunia dapat terhubung satu dengan yang lain. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi di internet sangat cair. Karena penggunaan internet tidak mengenal batas negara, status ekonomi, ideologi dan faktor-faktor lain yang biasanya dapat menghambat komunikasi dan pertukaran informasi di dunia nyata. Dengan alasan inilah, sebagian orang menyebut internet sebagai revolusi di bidang teknologi dan informasi. Yang lebih hebat lagi, internet menawarkan berbagai cara dalam mendatangkan penghasilan. Maksudnya adalah kerja atau tidak kerja, kita tetap memperoleh uang. Salah satu cara mencari uang di internet adalah dengan membuat blog.
Dan salah satu fasilitas atau situs yang disediakan adalah wikipedia, yang merupakan ensiklopedia bebas terbesar dalam dunia maya. Wikipedia menyediakan banyak bahasa untuk memasukinya, mulai dari bahasa Jawa, bahasa Indonesia, maupun bahasa asing yang lain, sehingga menyesuaikan keinginan para pemakainya. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk menggunakan artikel berbahasa Jawa wikipedia abasa jawi sebagai objek penelitian. Hal ini dikarenakan dalam wikipedia tersebut menyediakan berbagai macam artikel berbahasa Jawa, namun secara struktur terkadang masih banyak yang salah kaprah.
Artikel dalam Wikipedia Abasa Jawi ini juga menunjukkan adanya keunikan lain, yaitu pada peristiwa fonemis akibat dari pertemuan morfem, yang disebut dengan morfofonemik. Seperti yang diungkapkan oleh Verhaar (2008:104) menyatakan bahwa kaidah morfofonemis adalah “fonemis” hanya sejauh kaidah tersebut dapat dirumuskan dengan mengacu pada fonem-fonemnya saja. Sedangkan menurut Effendi (1979:213) menyatakan bahwa morfofonemik dalam bahasa Jawa dapat dipersyarati paling tidak oleh enam hal, yaitu: (1) dipersyarati oleh bunyi yang ada di lingkungannya (phonologycally conditioned) : (N-) dapat berubah menjadi n-, m-, ny-, ng-, dan nge-,karena bunyi-bunyi tersebut yang ada pada akar katanya. (2) dipersyarati oleh peraturan fonotaktik atau fonematik yang sudah ada. (3) dipersyarati oleh morfem khas (morphologically conditioned). (4) dipersyarati oleh perubahan variasi bahasa seperti ragam formal-informal. (5) dipersyarati oleh tingkat tutur yang berbeda-beda. (6) dipersyarati oleh dialek yang berbeda-beda.

2. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, permasalahan penelitian ini hanya dibatasi pada: Peristiwa fonemis apa sajakah yang terdapat pada proses morfofonemik Bahasa Jawa artikel “Hitler” dalam Wikipedia Abasa Jawi?

B. KAJIAN PUSTAKA
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori transformasi. Teori ini menurut Samsuri dalam Adipitoyo (1999:5) memiliki paradigma meliputi: (1) pandangan terhadap bahasa, yaitu bahasa terdiri atas unsur-unsur yang terbatas jumlahnya dan kaidah-kaidah penyusunan kalimat yang juga terbatas, (2) pengakuan adanya kesemestaan bahasa yang bersifat substantif dan formal, (3) pandangan tentang tingkatan keilmubahasaan, yaitu tingkatan keilmubahasaan tidak terdapat hierarkis foraml, yang ada hanya formulasi yang diperlukan dengan data bahasa, dan (4) pola pemerian bahasa ditujukan untuk mencari pola struktur dalam berdasarkan pola struktur luar.
Perubahan Morfofonemik adalah perubahan bentuk fonemis yang disebabkan oleh fonem yang ada disekitarnya atau oleh syarat-syarat sintaksis atau syarat-syarat lainnya (Effendi, 1979:186). Subsistem morfofonemik pada teori struktural memang telah diperkenalkan oleh Bloomfield, dengan konsep Mono-moni morfofonemik (Lass, 1988:69). Akan tetapi tawaran Bloomfield tersebut tidak banyak diterima. Selanjutnya setelah hadir model transformasi generatif, subsistem morfofonemik berkumandang kembali (Alwasilah, 1985:106). Morfofonemik merupakan esensi dalam karakteristik pada teori fonologi transformasi generatif. Teori itu memiliki konsep dasar, yaitu struktur dalam dan struktur luar yang terdapat dalam representatif fonetik.
Fitur-fitur distingtif bunyi bahasa Jawa yang dipergunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi Khusus vokal
vokal Fitur
lokasi ketinggian Ketegangan Posisi Pola
a Velar 1tinggi +tegang +belakang +terbuka
ﬤ Velar 2tinggi -tegang +belakang -terbuka
o Velar 3tinggi +tegang +belakang -tertutup
u Velar 5tinggi +tegang +belakang +tertutup
U Velar 4tinggi -tegang +belakang +tertutup
i Palatal 5tinggi +tegang -belakang +tertutup
I Palatal 4tinggi -tegang -belakang +tertutup
e Palatal 3tinggi +tegang -belakang -tertutup
ɛ Velar 2tinggi -tegang -belakang -terbuka
∂ Velar 2tinggi -tegang -belakang -tertutup




Klasifikasi Fonem
Fitur Klas Segmen Bahasa Jawa
Suara + suara b,d,ḍ, g, nasal, vokal,w,j,r,l
-Suara p,t,k,s,c,h,?
Lokasi labial p, m,, b, w
alveolar t,d,s,l,r,n
palatal c,j,ň,i,I,e
velar k,g,ɳ,u,U,o,∂, ɛ
glotal ?, h
Hambat hambat p,t,k,b,d, ?, m, n, ɳ
frikatif s, h
aprosikman w, l, r, y, vokal
nasal + nasal m, n, ň, ɳ
-nasal semua segmen yang lain
likuid + lateral l
+ getar r
sonoran +sonoran l, r, nasal, vokal,
-sonoran semua konsonan yang lain
tinggi 6tinggi semua konsonan kecualu w dan y
5tinggi i, u, w, y
4tinggi I, U
3tinggi e, o
2tinggi ﬤ, ɛ, ∂
1tinggi a
Posisi + belakang u, U, o, a, ﬤ, k, g, n, h, ?,w
-belakang i, I, e, ɛ, ∂, dan semua konsonan yang lain
silabis +silabis vokal, semivokal, likuid
-silabis semivokal, likuid, dan konsonan yang lain

TANDA-TANDA
Tanda Arti
N nasal
V vokal
K konsonan
‘.......’ padanan/makna dalam bahasa indonesia
/..../ penanda fonem
[...] penanda fonetis
\....\ penanda silabis
+ bergabung dengan

hasil proses morfemis menjadi/ realisasi fonemis
-... ada fonem sebelumnya
.....- ada fonem sesudahnya
...# fonem pengakhir morfem
#.... fonem pengawal morfem
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian linguistik deskriptif. Istilah deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya ( Sudaryanto, 1992:62). Penelitian ini bersifat sinkronis karena memerikan morfofonemik artikel “Hitler” dalam kurun waktu ini saja (Adipitoyo, 1999:4). Sehingga penelitian ini berpusat pada peristiwa-peristiwa fonemis akibat proses morfemis, atau pada aspek morfofonemis dalam artikel “Hitler” pada Wikipedia Abasa Jawi. Dengan pusat tersebut, maka persoalan semantis ataupun sintaksis yang memungkinkan terjadinya peristiwa fonemis tidak diperhatikan.
Sumber data penelitian adalah darimana data itu diambil (Arikunto, 1998:114), dan data dalam penelitian ini diambil dari www.wikipedia.org tanggal 20 Januari 2011. Halaman yang diambil adalah yang berbahasa Jawa, khususnya dalam artikel tentang Adolf Hitler. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik catat. Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode dan teknik formalisasi fitur-fitur distingtif dalam representatif fonetik pada unit morfofonem dalam bahasa Jawa (Adipitoyo, 1999:11). Hasil analisis data disajikan melalui metode formal.

D. PEMBAHASAN
Peristiwa Fonemis Pada Proses Morfofonemik Bahasa Jawa Artikel “Adolf Hitler” dalam Wikipedia Abasa Jawi
Proses morfemis dalam Bahasa Jawa ada kalanya memunculkan peristiwa fonemis. Adapun pokok-pokok peristiwa fonemis akibat proses morfemis dalam Bahasa Jawa dalam artikel “Adolf Hitler” ini meliputi: (1) pemunculan fonem, (2) pelesapan fonem, (c) perubahan fonem, (4) peluluhan fonem, (5) pergeseran posisi fonem, dan (6) penggandaan fonem.

1. Pemunculan fonem
Ada tiga fonem yang muncul akibat pembentukan kata dalam bahasa Jawa, khususnya pada artikel “Adolf Hitler”, yaitu fonem /y/, /w/, dan /n/.
a. Pemunculan Fonem /y/
Pemunculan fonem /y/ terjadi pada pembentukan kata dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /e/ bergabung dengan sufiks –en, -an, atau –a. Selain itu juga dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /i/ bergabung dengan sufiks –en, -an, –a, dan –e. Data yang didapatkan adalah hanya sedikit, dan tidak semua ketentuan di atas ada, yaitu:
pilih + -an pilihan [piliyan] ‘pilihan’
latih + -an latihan [latiyan] ‘latihan’
Namun ada beberapa tipe yang tidak berawalan dari bentuk dasar, namu juga sudah ditambahi dengan awalan ke-, namun juga bergabung dengan sufiks-sufiks tersebut, seperti:
ke + dadi + -an kedadean [kedadeyan] ‘kejadian’
Hal ini terjadi karena adanya fitur fonem-fonem tersebut bertemu, dan fonem yang muncul tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
/i/ +/∂/n [i/y/∂n/]

+ depan + belakang - belakang
5 tinggi 1 tinggi 5 tinggi
+ tertutup +terbuka +tertutup

Namun ada juga bentuk kata dasar yang secara fonemis memunculkan fonem /y/ tanpa bergabung dengan sufiks apapun, sebagai contoh:
piatu [piyatu] ‘piatu’
pabean [pabeyan] ‘pabean’

b. Pemunculan Fonem /w/
Pemunculan fonem /w/ terjadi pada pembentukan kata dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /u/ bergabung dengan sufiks –en, -an, -e, atau –a. Data yang didapatkan adalah :
mungsuh + -e mungsuhe [muɳsuwe] ‘mungsuhnya’
tuwuh + -e tuwuhe [tuwuwe] ‘tumbuhnya’, ‘munculnya’
puluh + -an puluhan [puluwan] ‘puluhan’
Selain itu, juga ada yang sudah mendapatkan awalan, namun juga bergabung dengan sufiks –e, yaitu seperti pada:
pa + gayuh + -e panggayuhe [paɳgayuwe] ‘cita-citanya’
Adanya pertemuan fonem /u/ dan /e/ yang memunculkan fonem /w/ itu disebabkan oleh fitur distingtif masing-masing fonem tersebut seperti tampak di bawah ini:
/u/ +/e/ [u/w/e]

+ belakang - belakang + belakang
5 tinggi 3 tinggi 5 tinggi
+ tertutup - terbuka + tertutup

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa munculnya, baik fonem /y/ maupun fonem /w/ lebih banyak disebabkan oleh adanya pergeseran ketinggian, yaitu dari bunyi yang tinggi ke arah bunyi di bawahnya, bukan pergeseran posisi ucap, yaitu pergeseran bunyi dari – belakang ke +belakang ataupun dari +belakang ke +belakang. Penyebab yang lain adalah keduanya merupakan bunyi yang berpola ucap hampir sama, yaitu (+tertutup dan –tertutup), yang mirip dengan fonem /y/ dan fonem /w/. Pemilihan bunyi yang muncul disebabkan oleh kesamaan posisi ucap antara bunyi yang diikuti dengan bunyi tersebut, yaitu –belakang untuk fonem /y/ yang mengikuti fonem /i/, serta +belakang untuk fonem /w/ yang mengikuti fonem /u/.

c. Pemunculan Fonem /n/
Pemunculan fonem /n/ itu biasanya terjadi pada pembentukan kata dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /ﬤ/ bergabung dengan sufiks–e maka suara yang ditimbulkan menjadi [a]. Namun, karena morfem {-e} dalam bahasa Jawa ini memiliki dua alomorf, yaitu –e dan -ne. Maka sufiks –e ini biasanya dipakai apabila kata dasar yang diberi imbuhan –e itu berakhir dengan konsonan. Sedangkan sufiks –ne dipakai apabila kata dasar mendapat imbuhan –ne itu berakhir pada vokal. Bentukan itu dapat diamati pada data berikut:
wusana [wusﬤnﬤ] + -e
wusanane [wusananne] ‘akhirnya’
utama
[utﬤmﬤ] + -e
utamane [utamane] ‘terutama’
liya [liyﬤ] + -e
liyane [liyane] ‘lainnya
beda [bedﬤ] + -e
bedane [bedane] ‘bedanya’
Peristiwa fonemis itu dapat digambarkan dengan fitur-fitur, seperti di bawah ini:
/ﬤ/ +/e/ [a/n/e]

+ sonoran - sonoran + sonoran
+ suara + suara + suara
2 tinggi 3 tinggi 6 tinggi
velar palatal alveolar
+belakang - belakang -belakang
+ tegang - tegang + tegang

Namun jika kata dasar tidak berakhir dengan vokal [ﬤ], walaupun bergabung dengan sufiks –e atau –ne, maka pelafalannya akan tetap.
sejati + -e
sejatine [sejatine] ‘sebenarnya’
pidhato + -e
pidhatone [pidhatone] ‘pidatonya’
partai + -e
partaine [partaine] ‘partainya’
isi + -e
isine [isine] ‘isinya’
administrasi + -e
administrasine [administrasine] ‘administrasinya’
wektu + -e
wektune [w∂ktune] ‘waktunya’
eksekusi + -e
esksekusine [ɛks∂kusine] ‘eksekusinya’
bojo + -e
bojone [bojone] ‘suaminya’

2. Perubahan fonem
Perubahan fonem bahasa jawa dalam artikel “Hitler” terjadi pada (a) Reduplikasi dwipurwa (b) reduplikasi dwilingga.
a. Reduplikasi Dwipurwa (RDP)
Pada reduplikasi Dwipurwa (RDP) terdapat perubahan fonem /a/, /ﬤ/, /u/, /o/, /e/, dan /ɛ/ menjadi fonem /∂/. Data yang didapatkan hanya 2 morfem, dapat diamati sebagi berikut:
RDP + sandhing sesandhingan [s∂sandhiɳan] “bersandingan”
RDP + tuku tetuku [t∂tuku] “berbelanja”
Untuk mengetahui mengapa perubahan itu dapat terjadi, fitur-fitur fonem yang berubah dan perubahannya itu dapat diamati, sebagai berikut:
R- {# \K-/V/ \} [ \K-/V/ \ \K-/V/ \]
+ tegang - tegang + tegang
tertutup
2tinggi

Bila diperhatikan, fitur-fitur tersebut, pola perubahan fonem pada RDP disebabkan karena adanya upaya pelemahan vokal melalui pola vokal yang –tegang, berposisi ucap yang rendah, yaitu 2tinggi dan berpola ucap –tertutup (bukan –terbuka).

b. Reduplikasi Dwilingga (RDL)
Pada reduplikasi dwilingga (RDL) terdapat perubahan fonem /u/, /ﬤ/, /∂/, /o/, /e/, dan /ɛ/ menjadi fonem /a/. Dalam artikel “Hitler” tidak semua perubahan fonem RDL ini ada, hanya ada satu data yang didapatkan, yaitu:
RDP + gosip gosap-gosip [gosap-gﬤsip] ‘gosip-gosip
RDP + lara [lﬤrﬤ] lora-lara [lora-lﬤrﬤ] ‘sakit-sakitan’
Untuk mengetahui perubahan tersebut, fitur-fitur fonem yang berubah dapat diamati sebagai berikut:
R- {-\K-/V/ \#} [-\K-/V/ \#]
[- tinggi] [1tinggi]
Bila perubahan fonem pada RDP disebabkan oleh ketegangan, yaitu mencari pola vokal yang –tagang dan berposisi ucap rendah, yaitu 2tinggi, serta berpola ucap –tertutup, perubahan pada RDL juga disebabkan oleh adanya upaya pelemahan. Namun, pelemahan di sini hanya menyangkut ketinggian , yaitu perubahan ke arah vokal yang di bawah, yang dalam hal ini fonem /a/ (1tinggi). Dalam kasus ini juga terjadi harmonisasi vokal pada suku pertama hasil reduplikasinya (Adipitoyo, 1999:41).

3. Pelesapan fonem
Pelepasan fonem pada pembentukan kata dalam artikel “Adolf Hitler” didominasi oleh pelepasan fonem /h/ sebagai fonem akhir bentuk dasar dan vokal sebelumnya fonem /a/ dalam enklitisasi –e dan juga sufiksasi –a atau ambifiksasi yang bersufiks –a, sufiksasi –an atau –en, ambifiks yang bersufiks –i, sufiksasi –ana, dan juga ambifiksasi yang bersufiks –ana. Adapun proses terjadinya peristiwa fonemis pelesapan fonem /h/ tersebut, data yang ada sebagai berikut:
cacah + -e
cacahe [cacae] ‘jumlahnya’
mbah + -e
mbahe [mbae] ‘neneknya’
omah + -e
omahe [omae] ‘rumahnya’
Peristiwa fonemis itu terjadi karena adanya fitur fonem-fonem pengapit /h/ dan /h/ sendiri, seperti berikut ini:
/a/ /h/ +/e/ [ /n/e/]

+ suara - suara + suara
aprosikman + frikatif -aprosikman
1tinggi 6 tinggi 3 tinggi
+ velar + glotal + palatal

malah + -an
malahan [malaan] ‘malah’
Peristiwa fonemis tersebut terjadi karena adanya fitur fonem-fonem pengapit /h/ dan /h/ sendiri, seperti berikut ini:
/a/ /h/ +/a/ [ -aa-]

+ suara - suara + suara
+aprosikman + frikatif +aprosikman
+ belakang + belakang + belakang
+ velar + glotal + velar

pecah + -i
pecahing [pecaiɳ] ‘pecahnya’
owah + -i
owahi [owai] ‘merubah’
Adanya fonemis ini disebabkan oleh adanya fonem-fonem pengapit /h/ dan /h/ itu sendiri yang berfitur sebagai berikut:
/a/ /h/ +/i/ [ -ai#]

+ suara - suara + suara
+aprosikman + frikatif +aprosikman
1tinggi 6tinggi 5tinggi
+ velar + glotal + palatal

Selain bentuk dasar yang bergabung dengan sufiks, ada juga yang yang bergabung dengan sufiks maupun prefiks, contohnya dalam kata diserahake ‘diserahkan’:
di- + serah + -ake diserahake [dis∂raake] ‘diserahkan’,
walaupun kata diserahake dalam bahasa Jawa tidaklah baku, karena pemaksaan bahasa indonesia yang gabungkan dengan afiksasi bahasa Jawa, kata diserahake seharusnya dipasrahake ‘diserahkan’.

4. Peluluhan fonem
Peristiwa fonemis peluluhan fonem dalam arikel “Adolf Hitler” terjadi pada pembentukan kata : (1) dari bentuk dasar yang berawal dari konsonan /c/, /k/, /p/, /t/, /ṭ/, /s/, atau /w/ bergabung dengan prefiks N-, (2) dari bentuk dasar yang berawalan vokal /u/,/i/, atau /e/ bergabung dengan prefiks ke-, dan (3) dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /u/ bergabung dengan sufiks –an. Secara keseluruhan datanya dapat diamati seperti berikut:
(1). Bentuk dasar yang berawal dari konsonan /c/, /k/, /p/, /t/, /ṭ/, /s/, atau /w/ bergabung dengan prefiks N-
a. Berawalan konsonan /c/
N- + coba nyoba [ňoba] ‘mencoba’

Adanya peluluhan fonem /c/ menjadi /ň/ itu disebabkan karena adannya fitur pada setiap fonem yang bertemu, seperti berikut ini :
N +/c/ [ň]

+ suara - suara + suara
nasal palatal palatal
+ sonoran -sonoran + sonoran
hambat frikatif hambat
6tinggi 6 tinggi 6 tinggi

b. Berawalan konsonan /k/
Datanya dapat dilihat sebagai berikut:
N- kuwasa + -i
nguwasani ‘menguasai
[kuwﬤsﬤ] [ɳuwasani]
N- + kembang + -ake
ngembangake ‘mengembangkan
[kembaɳ] [ɳembaɳake]
N- + kirim
ngirim ‘mengirim]
[kirIm] [ɳirIm]
Peluluhan fonem /k/ menjadi fonem /ɳ/ tersebut dapat digambarkansebagai berikut:
N +/k/ [ɳ]

+ suara - suara + suara
nasal velar velar
+ sonoran -sonoran + sonoran
hambat hambat hambat
6tinggi 6 tinggi 6 tinggi

c. Berawalan konsonan /p/
N- + pecut [p∂cUt]
mecut [mecUt] ‘memecut’
N- + playu [playu]
mlayu [mlayu] ‘berlari’
N- + pikir [pikIr]
mikir [mikIr] ‘berpikir’
N- + pondhok [pﬤnḍﬤ?]
mondhok [mﬤnḍﬤ?] ‘menginap’

Fitur pada fonem yang bertemu pada peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:
N +/p/ [m]

+ suara - suara + suara
nasal labial labial
+ sonoran -sonoran + sonoran
hambat hambat hambat
6tinggi 6 tinggi 6 tinggi

d. Berawalan konsonan /t/
N- + tangis
nangis ‘menangis’
[taɳIs] [naɳIs]
N- + tiru
niru ‘meniru’
[tiru] [niru]
N- + tarik
narik ‘menarik’
[tarI?] [narI?]
N- + tangkep
nangkep ‘menangkap’
[taɳk∂p] [naɳk∂p]
N- + tantang
nantang ‘menantang’
[tantaɳ] [nantaɳ]
N- + tumpes
numpes ‘menumpas’
[tump∂s] [nump∂s]
N- + tulis
nulis ‘menulis’
[tulIs] [nulIs]
N- + todhong
nodhong ‘menodong’
[tﬤḍﬤɳ] [nﬤḍﬤɳ]
Sedangkan kata dasar yang bergabung dengan sufiks maupun prefiks bentuknya seperti berikut:
N- + tutup + -i
nutupi ‘menutupi
[tutUp] [nutupi]
N- + tinggal + -ake
ninggalake ‘meninggalkan’
[tiɳgal] [niɳgalake]

Fonem /N-/ dan /t/ luluh menjadi fonem /n/ karena adanya fitur pada setiap fonem yang bertemu, seperti berikut ini:
N +/t/ [n]

+ suara - suara + suara
nasal alveolar alveolar
+ sonoran -sonoran + sonoran
hambat frikatif hambat
6tinggi 6 tinggi 6 tinggi


e. Berawalan konsonan /ṭ/
Dalam artikel “Adolf Hitler” tidak ada peristiwa peluluhan fonem dengan kata dasar berawalan konsonan /ṭ/.

f. Berawalan konsonan /s/
N- + serang
nyerang ‘menyerang’
[s∂raɳ] [ň∂raɳ]
N- + sandhang
nyandhang ‘berpakaian’
[sanḍaɳ] [ňanḍaɳ]
N- + sambut
nyambut ‘menyambut’
[sambUt] [ňambUt]
N- + sengkuyung
nyengkuyung ‘mendukung’
[s∂ɳkuyUɳ] [ň∂ɳkuyUɳ]
N- + selidhik
nyelidhiki ‘menyelidiki’
[s∂liḍI?] [ň∂liḍiki]
N- + sebar
nyebar ‘menyebar’
[s∂bar] [ň∂bar]


Peluluhan fonem /s/ menjadi /ň/ tersebut karena adanya fitur pada setiap fonemyang bersangkutan, seperti berikut ini:
N +/s/ [ň]

+ suara - suara + suara
nasal palatal palatal
+ sonoran -sonoran + sonoran
hambat frikatif hambat
6tinggi 6 tinggi 6 tinggi

g. Berawalan konsonan /w/
Dala artikel “Adolf Hitler” tidak ditemukan data yang mengungkap proses peluluhan fonem /w/ menjadi fonem /m/, seperti pada kata dasar wulang ‘ajar’ setelah mendapatkan fonem /N-/ menjadi mulang ‘mengajar’.
(2) Dari bentuk dasar yang berawalan vokal /u/, ./i/, atau /e/ bergabung dengan prefiks ke-. Namun dalam artikel “Adolf Hitler” ini hanya ditemukan satu data yaitu yang berawalan vokal /i/, yaitu:
ke- + itung [itUɳ]
ketung [kɛtUɳ] ‘terhitung’
Penyebab peluluhan fonem /i/ menjadi fonem /ɛ/ adalah pada fitur-fiturnya sebagai berikut:
/∂/ +/i/ [ɛ]

+ tegang - tegang + tegang
2tinggi 5tinggi 2tinggi
velar palatal palatal

(3) dari bentuk dasar yang berakhir dengan vokal /u/ bergabung dengan sufiks –an.
tuku + -an
tukon [tukﬤn] ‘pembelian’
Selain terjadi pada kata dasar yang mendapatkan awalan di- dan pa-, dengan akhiran –ake dan –an. Sebagai contoh dapat dilihat pada data berikut:
pa- + sekutu + -an
pasekuton ‘persekutuan’
[s∂kutu] [pas∂kutﬤn]
di- + wetu + -ake
diwetokake ‘dikeluarkan’
[w∂tu] [diw∂tﬤ?ake]
di- + tuju + -ake
ditujokake ‘ditujukan’
[tuju] [ditujﬤ?ake]
Peluluhan fonem /u/ dan /a/ menjadi fonem /ﬤ/ disebabkan oleh adanya fitur masing-masing fonem tersebut, seperti berikut ini:
/u/ + /a/n/ke [ﬤ]

+belakang + belakang + belakang
5tinggi 1 tinggi 2tinggi
+ tertutup +terbuka - terbuka

5. Pergeseran posisi fonem
Pergeseran posisi fonem bahasa Jawa dalam “Adolf Hitler” terjadi pada infiksasi –in dan –um.
a. Pergeseran posisi fonem pada infiksasi in
Infiksasi –in menimbulkan pergeseran posisi fonem. Hal ini dapat dilihat pada data yang didapatkan yaitu :
-in + sambi
sinambi [sinambi] ‘sambil’
[sambi]
-in + timbang
tinimbang [tinimbaɳ] ‘daripada’
[timbaɳ]

Pergeseran posisi fonem, seperti pada data tersebut terjadi karena adanya fitur fonem-fonem yang bersangkutan dalam proses morfemis berikut ini:
/K/ +/i/ /n/ +/V/ [#Ki nV-]
[-silabis] [silabis] [-silabis] [+silabis]

b. Pergeseran fonem pada infiksasi –um
Infiksasi –um menimbulkan pergeseran posisi fonem. Hal itu dapat diamati pada data yang didapatkan berikut:
-um + tuwuh
tumuwuh “tumbuh”
[tuwUh] [tumuwuh]
-um + sebar
sumebar “tersebar”
[s∂bar] [sum∂bar]
-um + gantung
gumantung “bergantung”
[gantUɳ] [gumantUɳ]
Pergeseran posisi fonem, seperti pada data tersebut terjadi karena adanya fitur fonem-fonem yang bersangkutan dalam proses morfemis berikut ini:
/K/ +/u/ /m/ +/K/ [#Ku nV-]
[-silabis] [+silabis] [-silabis] [+silabis]
Berdasarkan fitur tersebut penyebab pergeseran fonem /n/ pada infiks –in atau fonem /m/ pada infiks –um ke belakang adalah –silabis dan mengikuti /V/ dibelakangnya yang + silabis.

6. Penggandaan fonem.
Penggandaan fonem banyak ditemukan pada pembentukan kata dalam bahasa Jawa pada artikel “Adolf Hitler” ini terutama pada proses sufiksasi. Peristiwa itu muncul akibat adanya kecenderungan penulis artikel untuk mempertahankan bentuk dasar pada kata bersufiks sehingga kehadirannya menjadi amat khas dalam bahasa Jawa. Penggandaan itu tejadi pada konsonan dalam pembentukan kata dari bentuk dasar yang berakhir dengan konsonan bergabung dengan sufiks yang berawal vokal. Konsonan yang berada pada akhir bentuk dasar itu pada umumnya berupa konsonan hambat tak bersuara yang tidak berciripalatal dan glotal (/p/, /t/. /k/, bunyi frikatif tak bersuara /s/, bunyi nasal, kecuali yang berciri palatal (/m/, /n/, /ɳ/), bunyi getar /r/, dan bunyi lateral /l/ (Adipitoyo, 1999:77).
Dalam perwujudannya, penggandaan fonem-fonem itu sekaligus diikuti peristiwa pergeseran fonem. Fonem konsonan yang digandakan itu berada dalam suku terpisah dengan fonem aslinya. Fonem yang digandakan itu bergeser ke kanan mengikuti posisi suku yang ditempati vokal yang berposisi sebagai inisial sufiks.
Berdasarkan hal tersebut, peristiwa penggandaan dan pergeseran posisi fonem terjadi pada pembentukan kata : (1) dari bentuk dasar yang berakhir dengan konsonan hambat /p/, /t/, /k/, /m/, /n/, atau /ɳ/ yang bergabung dengan sufiks –an, -en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut. (2) dari bentuk dasar yang berakhir frikatif /s/ yang bergabung dengan sufiks –an, en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut (3) dari bentuk dasar yang berakhir dengan aproksiman /r/ atau /l/ yang bergabung deangan sufiks –an, -en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut.
(1) dari bentuk dasar yang berakhir dengan konsonan hambat /p/, /t/, /k/, /m/, /n/, atau /ɳ/ yang bergabung dengan sufiks –an, -en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut. Data yang diperoleh dapat diamati sebagai berikut:
lawan + -ne
lawane [lawanne] ‘lawannya’
gerak + -an
gerakan [g∂ra?kan] ‘gerakan’
serang + -an
serangan [s∂raɳɳan] ‘serangan’
gencat + -an
gencatan [g∂ncattan] ‘gencatan’
tepung + -an
tepungan [t∂puɳɳan] ‘kenalan’
ukum + -an
ukuman [ukumman] ‘hukuman’

Selain itu ada juga yang mendapatkan awalan, seperti:
ka- + urip + -an
kahuripan ‘kehidupan’
[urIp]
[kaurippan]
pi- + takon + -an
pitakonan
[takﬤn] [pitakﬤnnan] ‘pertanyaan’
se- + srawung + -an
sesrawungan ‘bergaul’
[srawUɳ] [s∂srawUɳɳan]
pa + pungut + -an
pamungutan ‘pemungutan’
[puɳUt] [pamuɳUttan]

(2) dari bentuk dasar yang berakhir frikatif /s/ yang bergabung dengan sufiks –an, en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut. Adapun data yang didapatkan adalah sebagai berikut:
waris [warIs] + -an
warisan [warissan] warisan
gagas [gagas] + -an
gagasan [gagassan] pendapat
tulis [tulIs] + -an
tulisan [tulissan] tulisan

(3) dari bentuk dasar yang berakhir dengan aproksiman /r/ atau /l/ yang bergabung dengan sufiks –an, -en, -ana, -i, -a, atau ambifiks yang mengandung sufiks tersebut.
geger [gɛgɛr] + -an
gegeran [gɛgɛrran] ‘keributan’
Sedangkan yang mendapatkan prefiks dan sufiks adalah:
pe- + tempur + -an
pertempuran ‘pertempuran’
[t∂mpUr] [p∂rt∂mpurran]
ka- + simpul + -an
kasimpulan ‘kesimpulan’
[simpUl] [kasimpullan]

Kata pertempuran dan kasimpulan dalam bahasa baku sebenarnya tidak ada, yang benar adalah paprangan dan dudutan, namun dalam artikel “Adolf Hitler” seakan-akan pemaksaan bahasa Indonesia yang digabungkan dengan afiksasi bahasa Jawa.

E. SIMPULAN
Proses pembentukan kata bahasa Jawa dalam artikel “Adolf Hitler” ada yang menimbulkan peristiwa fonemis dan ada pula yang tidak menimbulkann peristiwa fonemis. Proses pembentukan kata yang tidak menimbulkan peristiwa fonemis itu adalah proses morfemis biasa, sedangkan yang menimbulkan peristiwa fonemis adalah proses morfofonemis. Adapun peristiwa fonemis akibat proses morfofonemis tersebut meliputi:
(1) Pemunculan fonem, disini fonem /y/, /w/, dan /n/
(2) Perubahan fonem, terjadi pada (a) Reduplikasi dwipurwa (b) reduplikasi dwilingga.
(3) Pelesapan fonem
(4) Peluluhan fonem
(5) Pergeseran posisi fonem, dan
(6) Penggandaan fonem
F. DAFTAR PUSTAKA
Adipitoyo, Sugeng. Dkk. 1999. Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Surabaya. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Bloomfield, Leonard. 1995. LANGUAGE BAHASA. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Effendi, S. 1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta :Gadjah Mada Universuty Press
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2008. Parama Sastra Gagrag Anyar Basa Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua
Verhaar.2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://jv.wikipedia.org/wiki/Hitler

2 komentar: